Gempar! Dua Oknum Polisi Anggota Polres Aceh Timur Diduga Terbitkan Surat Panggilan Ilegal, Terancam Jerat Pidana Berat
Aceh Timur — Masyarakat Aceh Timur dikejutkan dengan skandal hukum yang melibatkan dua anggota Polres setempat. Ibda Rahadyan Tino Fahbi F.S., Tr.K dan Bripka Andri Irawan diduga kuat menyalahgunakan jabatannya dengan menerbitkan surat panggilan Pro Justitia secara ilegal, tanpa sepengetahuan ataupun persetujuan dari atasan langsung mereka.
Kasus ini memicu kemarahan publik dan menjadi sorotan media lokal maupun nasional setelah sejumlah warga melaporkan tindakan keduanya sebagai bentuk intimidasi hukum dan pemalsuan kewenangan.
Surat Palsu Berbungkus Hukum?
Surat panggilan yang dikeluarkan oleh dua oknum tersebut mencantumkan kop institusi kepolisian, namun:
Tidak memiliki tanda tangan pejabat berwenang,
Tidak dibubuhi cap resmi institusi,
Tidak ada dasar hukum yang jelas,
Tidak berdasarkan laporan polisi yang sah,
Bahkan tidak diketahui atasan langsung mereka di Polres Aceh Timur.
“Ini tindakan sewenang-wenang. Saya tidak pernah tahu ada surat itu keluar, dan tidak pernah memberikan instruksi untuk memanggil siapa pun,” ujar salah satu pejabat senior di lingkungan Polres Aceh Timur yang tidak ingin disebut namanya.
⚖️ Potensi Jerat Hukum: Penyalahgunaan Wewenang dan Pemalsuan Dokumen Negara
Menurut ahli hukum pidana, tindakan dua oknum tersebut berpotensi menabrak sejumlah pasal pidana serius, di antaranya:
Pasal 421 KUHP
"Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu."
✅ Ancaman pidana: 2 tahun 8 bulan penjara.
Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat
"Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak..."
✅ Ancaman pidana: Hingga 6 tahun penjara.
Pasal 55 dan 56 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
✅ Dapat menjerat keduanya jika terbukti bekerja sama secara sadar.
“Tindakan ini tidak hanya melanggar etik, tapi juga masuk ranah pidana. Mereka menyalahgunakan simbol negara untuk kepentingan yang tidak sah,” kata Dr. Azharul Amin, S.H., M.H., pakar hukum tata negara dari Universitas Syiah Kuala.
Desakan Pemecatan dan Tuntutan Publik
Organisasi masyarakat sipil dan tokoh-tokoh adat Aceh menyerukan pemecatan tidak hormat (PTDH) terhadap kedua oknum tersebut, serta mendesak Kapolda Aceh dan Divisi Propam Mabes Polri segera mengambil tindakan tegas dan transparan.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dan mencoreng nama baik institusi kepolisian yang sedang berbenah,” ungkap salah satu tokoh ulama di Idi Rayeuk.
Propam Polri dan Ombudsman RI Turun Tangan
Laporan resmi telah dilayangkan ke:
Divisi Propam Mabes Polri,
Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri,
Ombudsman RI Perwakilan Aceh.
Propam Polri disebut sedang mengumpulkan alat bukti dan telah memanggil sejumlah saksi untuk klarifikasi. Jika terbukti, keduanya bisa dikenai sanksi etik berat hingga pidana umum.
Masyarakat Minta Reformasi Serius
Skandal ini menjadi sinyal bahwa reformasi di tubuh Polri masih menyisakan lubang besar. Penegakan hukum harus berlaku adil, bahkan terhadap aparat yang diduga menyimpang.
“Hukum bukan alat intimidasi. Polisi harus menjadi pelindung rakyat, bukan momok yang menakutkan,” tegas koordinator LBH Aceh dalam konferensi pers darurat.
🛑 #TegakkanHukumTanpaPilihKasih
📢 #BersihkanPolriDariOknum
Komentar
Posting Komentar